Dr. Fotinus Gulo, M.Th: MENGAKHIRI POLEMIK BOLEHKAH ORANG KRISTEN BERCERAI

WARTANASRANI.COM - Pada masa sekarang ini banyak yang melakukan pernikahan tanpa memahami substnasi pernikahan itu. Pernikahan Kristen merupakan masalah yang sangat serius dihadapi oleh kekristenan saat ini, karena pada faktanya dalam kehidupan pernikahan seringkali terjadi perselingkuhan, KDRT, perceraian dan pelbagai masalah yang menghancurkan keluarga yang sudah disatukan di dalam Tuhan Yesus Kristus.(Nianda, 2021) Pernikahan yang terjadi berdasarkan perjodohan yang tidak sempurna sehingga terjadi perceraian, Juga akibat pergaulan bebas sehingga terjadinya kehamilan bagi perempuan sehingga dinikahkan. Faktor ekonomi dari keluarga miskin harus cari suami kaya walaupun ketidakcocokan sifat yang penting harta yang di kejar ada juga yang orang tua gila tidak mau harta nya di ambil orang lain sehingga menjodohkan anak sesama bangsawan tapi setelah menikah anak yang tidak cocok dengan pasangannya sehingga terjadilah perceraian. 

Dari sisi HAM, bahwa melakukan perceraian itu boleh dilakukan. Dari sisi yuridis, diatur tata cara perceraian sehingga membuka kesempatan bagi pasangan untuk menempuh jaluir hukum. Status pernikahan diatur dan dilindungi oleh undang-undang sehingga pihak yang melaporkan gugatan perceraian dapat diproses sesuai prosedur sampai sidang perceraian. Gerakan feminisme atau emansipasi wanita menjadi trend yang menuntuk persamaan hak  antara laki-laki  dan  perempuan  dalam  segala  bidang. Gerakan feminisme telah mempengaruhi perspektif terhadap kompetensi seorang wanita di zaman modern. Banyak wanita yang memiliki kemampuan akademis sehingga memungkinkan mereka untuk tampil. Wanita diera modernisme mampu berada dalam kesetaraan gender  secara  struktural  dan fungsional. Konpetensi wanita dalam  masyarakat  post-modernisme  telah  membawa  wanita  mendobrak budaya-budaya  konservatif yang selama   ini didominasi  pria.(Erik Ardiyanto, 2021) Salah satu untuk menghindari kegagalan dalam membina rumah tangga wanita memutuskan menjadi wanita karir sekaligus single parent. Di level  biologis, kebahagian   ditentukan   oleh   biokimia,   bukan situasi ekomoni, sosial, dan politik (Erik Ardiyanto, 2021)Post–Feminisme menjadi terminologi popular  dalam  wacana -wacana  era pascamodern  (post-modern). Sebagai  satu  varian ideologipost-modernisme,   mengusung  ide-ide yang   ada   dalam   wacana   post -modern. Gerakan post-feminis adalah perkawinan antara gerakan kesadaran gender yang dibingkai   dengan   prespektif post-modernisme.(Erik Ardiyanto, 2021) Nuansa  liberalisme  Barat  lebih  mendominasi trend  dan  pola  gerakan  emansipasi  perempuan  kontemporer. Aktifis  gerakan  feminisme  di  kalangan Muslim tetap  mempertahankan dogmatika agama Islam dan bersikap selektif terhadap gagasan – gagasan feminisme  dari  Barat. (Zainal Abidin, 2011) Sinergisitas pengadilan negara dengan gereja dalam urusan perceraian  perkawinan dibutuhkan karena berkaitan dengan hukum  negara yang menghargai   otonomi   hukum   agama namun sekaligus menghormati hak-hak warga Negara (Yohanes Servatius Lon, 2020) Dengan demikian, menyikapi problematia kontemporer maka sebaiknya orang Kristen tidak perlu bercerai. Sekalipun potensi terjadi perzinahan yang dilaukan salah satu pasangan suami istri yang sah, tidak boleh cerai. Perzinahan atau perselingkuhan, tetap dosa dan itu dilarang Allah.

Alkitab Tidak Membenarkan Perceraian.

Landasan teks  Alkitab yang sering diajukan yaitu Injil Matius 19:6 bahwa apa yang dipersatukan Oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia. Dalam narasi Perjanjian lama yang terdapat dalam Ulangan 24 : 1-5  terkait perceraian di kalangan orang Yahudi. Iman Kristen mengajarkan untuk orang yang sudah menikah tidak boleh bercerai. Bahwa "Apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia". Dalam kitab Efesus jelas menguraikan tentang bagaimana hubungan suami istri dalam ikatan perkawinan untuk menjalin hubungan yang tidak terpisahkan antara hubungan manusia dengan Tuhan. Karena perkawinan dipandang sebagai persekutuan yang sakral atau suci sebagai ketetapan Allah sebagaimana firman Tuhan dalam kitab kejadian bahwa Allah menjadikan manusia laki-laki dan perempuan untuk bersatu menjadi satu daging. Dalam pengkhotbah pasal 3 menyatakan bahwa "Tidak baik manusia itu hidup seorang diri karena kalau mereka jatuh yang seorang mengangkat temannya dalam arti kata bahwa berdua lebih baik daripada seorang diri" itulah perkawinan menurut iman Kristen. Pernikahan itu merupakan institusi yang suci, yang didirikan oleh Allah sendiri di taman Eden. Tuhan mengatakan: ”Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” (Markus 10:9). Hal ini menunjukkan bahwa pernikahan harus berlangsung terus selama suami dan istri masih hidup. Namun karena terlalu banyak kasus perceraian yang terjadi dalam masyarakat, maka Taurat Musa mengizinkan perceraian dengan suatu syarat, bahwa suami yang menceraikan istrinya harus menulis surat cerai, dan menyerahkan kepada istrinya.Sang istri yang diceraikan diperbolehkan menikah lagi (Ula 24:1-4), sehingga perceraian dengan menulis surat cerai adalah suatu perlindungan bagi para istri yang menjadi korban pernikahan yang tidak bertanggung jawab. Sekali lagi Tuhan Yesus menegaskan: ”Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan istrimu, tetapi sejak mula tidaklah demikian” (Matius 19:8). Pada awal mula pola pernikahan yang Tuhan berikan, tidak ada istilah ”perceraian”.Allah tidak merencanakan perceraian di dalam satu keluarga. Sejak Allah menciptakan manusia yaitu Adam dan hawa. Allah mengharapkan selalu bahagia dan damai sejahtera. Mengusahakan dan memelihara apa yang sudah Allah berikan kepada mereka dan juga di dalam kejadian 1 : 28 Allah berfirman kepada mereka untuk beranak cucu dan bertambah banyak. Allah selalu ada bersama dengan keluarga. Sejak berlakunya undang undang nomor 1 Tahun 1974, perkawinan yang sah yang berlaku adalah menurut undang undang ini, namun hal penting yang perlu diketahui dari berbagai pandangan sahnya perkawinan menurut pandangan, unsur agama merupakan hal yang utama dalam sahnya perkawinan.

Gereja akan bertumbuh baik dalam hal kuantitatif, kualitatif maupun organik jika keluarga menjalankan apa yang Allah firmankan, tidak ada perceraian. Karena apa yang sudah dipersatukan Allah tidak boleh dipisahkan oleh manusia. Pernikahan itu merupakan institusi yang suci, yang didirikan oleh Allah sendiri di taman Eden. Tuhan mengatakan: ”Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” (Markus 10:9). Hal ini menunjukkan bahwa pernikahan harus berlangsung terus selama suami dan istri masih hidup. Dengan demikian, orang Kristen seharusnya tidak bercerai. Alkitab tidak membenarkan perceraian. Intinya Tuhan tidak pernah salah memberi tapi manusialah yang tidak tau cara menerima pemberian Tuhan. Dan biasanya perceraian terjadi karena salah satu atau kedua pihak tidak bisa menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing sehingga terjadinya pertentangan dalam sebuah hubungan suami istri yang pada akhirnya berujung perceraian. Namun jika suatu hubungan didasari oleh firman Tuhan, tentu saja pasangan itu akan menjadi pasangan baik dan harmonis karena mereka memperlakukan pasangannya menurut ajaran firman Tuhan. Dengan demikian, orang Kristen seharusnya tidak bercerai. Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru ditekankan bahwa Allah sangat membenci perceraian. Perhatikan  Maleakhi  2:14-16, terutama dalam ayat 16 yang berkata, “ Sebab  Aku membenci perceraian, firman Tuhan, Allah Israel...”  Tuhan Yesus sendiri juga mengatakan hal yang sama, Dia melarang adanya perceraian, “Karena  itu,  apa  yang  sudah  dipersatukan  Allah, tidak boleh diceraikan manusia ” (Mat. 19:6; Mrk. 10:9). Sayangnya,  idealisme  semacam  ini  kerap  harus  berhadapan  dengan sebuah kenyataan yang berbicara lain.  Ada seribu satu alasan yang memaksa pasangan suami-istri akhirnya sampai pada  sebuah kesimpulan  tragis  bahwa perkawinan yang  mereka  perjuangkan  ternyata tidak berjalan sebagaimana diimpikan sebelumnya.  Isu  perselingkuhan  kerap  dijadikan  alasan  yang cukup kuat bagi pasangan Kristen untuk mengakhiri hubungan perkawinan mereka. Salah memberikan  interpretasi  terhadap ayat firman  Tuhan  juga  menjadi  alasan  untuk melegalkan   perceraian.   Misalnya   saja   dalam   Ulangan   24:1-5   dicatat   mengenai   hukum perceraian.  Hukum ini  dijadikan dasar bagi mereka  yang mendukung perceraian. 

Orang-orang Farisi  mengutip  hukum  ini  dengan  berkata,  “Jika   demikian,   apakah   sebabnya   Musa memerintahkan memberikansurat cerai jika orang menceraikan istrinya?” (Mat. 19:7).  Praktik poligami  yang  dilakukan  para  tokoh Perjanjian  Lamajuga  menjadi acuan  bagi  mereka  yang mendukung perceraian.pernyataan  Tuhan  Yesus  dalam  Matius  19:9, “...Barangsiapa  menceraikan istri nya, kecuali  karena  zinah,  lalu  kawin  dengan  perempuan  lain,  ia  berbuat  zinah .”  Pernyataan ini sering  disalahtafsirkan,  menurut  mereka yang  mendukung  perceraian bahwa  Yesus  memberi pengecualian  terhadap  perceraian,  yaitu  jika  ada  perzinahan  dari  salah  satu  pasangannya.    Ayat ini seperti memberi celah adanya perceraian dalam perkawinan Kristen. Bagian  ayat  lain  yang  sering  menjadi  acuan  bagi  mereka  yang  mendukung  kasus perceraian  adalah  1  Korintus  7 :11,15.  Perhatikan ayat 11, “Dan  jikalau  ia  bercerai,  ia  harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya...”  Lalu ayat 15, “ Tetapi kalau orang yang  tidak  beriman  itu  mau  bercerai,  biarlah  ia  bercerai...”    Perkataan  Rasul  Paulus  memberikan multi  tafsir  dan  tidak  sedikit  yang  salah  dalam  memberi  tanggapan.    Bagi  mereka yang  mendukung  perceraian,  ayat  ini digunakan  sebagai  landasan .   

Dalam  bagian  ini Rasul Paulus  mengijinkan Perceraian yaitu  apabila Perkawinan itu  terjadi  dengan  orang  yang  tidak percaya.  Secara umum kita mendapatkan jawaban tidak boleh. Tentunya jawaban itu didasari oleh landasan Alkitab yang kuat. Alasan klasik bahwa orang kristen pada dasarnya dipersatukan oleh Allah dalam ikatan pernikahan kudus merupakan hal yang sakral. Dalam pengajaran yang diterima dalam gereja. Orang kristen tidak diperkenankan bercerai selain Allah yang menceraikan kecuali dipisahkan oleh maut.

 

Polemik Perspektif Matius 19:4-6

Matius 19: 9 “Tetapi aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia pajak zinah.Tetapi apakah kita tahu apa tafsiran “kecuali karena zinah” di dalam Alkitab? Banyak orang keliru akan apa kata Tuhan Yesus tentang “kecuali karena zinah”. Banyak orang beranggapan bahwa yang termasuk dalam kasus karena zinah itu terjadi pada perselingkuhan, atau memadu cinta yang bukan istrinya yang sah atau suaminya yang sah. Tuhan Yesus sangat jelas sekali menekankan bahwa apa yang sudah dipersatukan Allah tidak dapat diceraikan oleh manusia (Markus 10:9). Perceraian tidak pernah menjadi keinginan Allah, dan selalu merupakan hasil dari dosa. Manusia tidak mempunyai wewenang atau hak untuk dapat menggagalkan perjanjian pernikahan antara Tuhan dan pasangan. Oleh karena itu pemahaman awal mengenai pernikahan yang sesuai dengan kehendak Allah perlu dipahami secara mendalam oleh masing-masing pasangan.Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?  Dan firmanNya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.  Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."Dari ayat ini sangat jelas bahwa Tuhan menjadikan manusia itu berpasangan.

Pernikahan dilandaskan oleh cinta dan kasih. Kasih itu menutupi banyak sekali kesalahan. Kasih itu sanggup mengampuni, kasih itu murni. Cinta itu melayani, cinta itu rela berkorban. Dan saat kedua pasangan mengucapkan janji dihadapan Tuhan dan disaksikan oleh pendeta dan jemaat, janji itu sakral dan dicatat oleh malaikat Tuhan di sorga. Tidak ada perkara yang tidak bisa diselesaikan dengan baik. Legalitas membolehkan perceraian juga sering diajukan dengan dasar Frasa  “kecuali  karena  zina”  bukanlah  sebuah  alasan  untuk membenarkan  perceraian.  Bahkan  sekalipun  telah  terjadi  perzinaan,  perceraian  tetap  tidak  diperbolehkan. Karena prinsip ajaran Yesus adalah kasih dan pengampunan. Jadi orang  Kristen tida boleh menceraikan pasangannya(Adi Putra, 2020) Yesus mengatakan bisa bercerai namun hanya dengan satu syarat yaitu salah satunya melakukan zinah. Selain itu, jika tetap melakukan perceraian dan kemudian ia menikah lagi, maka ia akan dianggap berzinah. Jadi jelas sekali bahwa Alkitab tidak membenarkan perceraian. Karena jodoh yang telah disediakan Tuhan adalah orang yang tepat, tinggal bagaimana cara kita saling melengkapi agar terjalin hubungan yang harmonis karena saya yakin, Tuhan pasti memberikan yang terbaik. Walaupun pada awalnya kita sering merasa bahwa Tuhan salah memberi jodoh karena orang ini sangat tidak cocok dengan kita namun dibalik itu, ada rencana yang indah dari Tuhan tinggal bagaimana cara kita menerima nya dan berusaha menjadikan semuanya baik dan lebih baik lagi. Intinya Tuhan tidak pernah salah memberi tapi manusialah yang tidak tahu cara menerima pemberian Tuhan.

Dan biasanya perceraian terjadi karena salah satu atau kedua pihak tidak bisa menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing sehingga terjadinya pertentangan dalam sebuah hubungan suami istri yang pada akhirnya berujung perceraian. Namun jika suatu hubungan didasari oleh firman Tuhan, tentu saja pasangan itu akan menjadi pasangan baik dan harmonis karena mereka memperlakukan pasangannya menurut ajaran firman Tuhan. Oleh sebab itu sebelum menuju ke jenjang pernikahan hendaklah calon suami istri saling mencintai satu sama lain tidak ada yang nama nya keterpaksaan sehingga mereka bisa memaknai pernikahan yang sesungguhnya dari Tuhan itu seperti apa dan mereka harus bersumpah dan mengikat janji satu sama lain bahan setelah mereka menikah mereka bukan lagi 2 melainkan sudah menjadi satu yang dipersatukan oleh Tuhan sendiri sehingga tidak ada setitik pun keinginan manusia untuk memisahkannya selain maut yang memisahkan mereka berdua.

Opini Boleh Dalam Konteks Ulangan 24

Jika terjadi perzinahan, sehingga pernikahan mereka tidak dapat diteruskan lagi, maka perceraian diperbolehkan setelah mereka berusaha untuk memperbaiki pernikahan tetapi gagal. Tetapi setelah perceraian terjadi tidak seharusnya menikah lagi, kecuali pihak yang lain sudah menikah terlebih dahulu. Dan tentunya ia harus menikah dengan orang yang beriman dalam Tuhan Yesus, supaya tragedi rumah tangga tidak terulang lagi. Ayat yang dijadikan landasan boleh terdapat dalam Ulangan 24:1-4) menjelaskan bahwa diizinkan untuk melakukan perceraian ketika ada sesuatu yang terjadi perbuatan yang tidak senonoh, Tetapi harus membuat surat perceraian dan setelah istrinya pergi ataupun bercerai lelaki tersebut tidak boleh untuk mengambilnya yang telah diceraikan kembali ketika istri nya telah menjadi milik laki-laki lain. (mat 19:9) karena perzinahan orang dapat menceraikan istrinya atau pun sebalik nya jika ada salah satu yang telah melakukan dosa dengan sebutan zinah.

Landasan memperbolehan orang kristen dapat melakukan perceraian jika ada suatu perbuatan yang tidak senonoh terjadi di keluarga orang kristen. (Mal 2:11-16) dikatakan bahwa Tuhan membenci sebuah perceraian atau penghianatan seorang kepada orang yang di nikahinya. Asumsi bahwa orang kristen diizinkan melakukan perceraian berdasarkan teks Ulangan 24 tidak secara otomatis berlaku dalam konteks perjanjian baru, Pada intinya bahwa Tuhan mengizinkan perceraian tetapi sesungguhnya Tuhan sangat membenci perceraian.

 Tuhan Tidak Merancang Perceraian.

Definisi perceraian atau divorce merupakan suatu peristiwa perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan mereka berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Mereka tidak lagi hidup dan tinggal serumah bersama, karena tidak ada ikatan yang resmi.(Agoes Dariyo, 2004) Apapun pandangan mengenai perceraian, adalah penting untuk mengingat kata-kata Alkitab dalam Maleakhi 2:16a: “Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel.” Menurut Alkitab, kehendak Allah adalah pernikahan sebagai komitmen seumur hidup. “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia" (Matius 19:6).  Yesus mengatakan bahwa Allah “mengijinkan” perceraian tetapi tidak pernah memerintahkan perceraian, dan  menurut Kristus perceraian itu “diijinkan” bukan diperintahkan, hal ini terjadi karena  “ketegaran hati” manusia (Matius 19:8). Kata Yunani “ketegaran hati”  adalah “sklerokardia” yang lebih tepat diterjemahkan dengan “kekerasan hati” (Matius 19:8; Markus 10:5). Jika   pada   akhirnya   pasangan   suami-istri   memutuskan   untuk   bercerai. Berdasarkan   uraian   dalam   1   Korintus   7:8 -9   dan   27-28,   perkawinan   kembali   diberikan kelonggaran, namun sesungguhnya bukanlah sesuatu yang diperbolehkan.(Iksantoro, 2020)

Dosa telah membuat hati manusia menjadi keras. Kekerasan hati manusia mengakibatkan manusia sulit mengampuni, menganggap diri benar, meremehkan firman Tuhan, menutup diri terhadap koreksi, menolak untuk berubah,  menyebabkan hubungan suami isteri rusak, dan keluarga berantakan, bahkan perceraian. Jadi perceraian adalah konsensi ilahi bukan konstitusi ilahi; merupakan kelonggaran bukan norma atau standar Allah. Dengan kata lain, perceraian bukanlah yang ideal atau yang terbaik bagi pernikahan (Powers, 2011)

Dampak Dari Perceraian

Salah satu akibat perceraian yaitu perilaku perilaku menyimpang siswa.  Keadaan orang  tua  yang  bercerai  menyebabkan kurangnya,  kasih  sayang  dan  perhatian orang tua terhadap anknya (Frieska Putrima Tadung, 2021) Fenomena perceraian tidak disebabkan oleh faktor tunggal, tetapi adanya faktor lain yang dominan antara lain 1. Perzinahan yang terjadi antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang tidak terikat hukum perkawinan. 2. Masalah Anak Anak penting dalam sebuah perkawinan karena sebagai penerus keturunan dan nama keluarga. Upaya gigih untuk mendapatkan anak ini terus dilakukan adalah karena laki-laki yang tidak mempunyai keturunan dipandang mendapatkan sial. 3. Masalah Ekonomi Masalah ekonomi sebagai salah satu faktor yang dapat memicu keributan dalam keluarga dan yang bisa menyebabkan perceraian. 4. Keributan berkepanjangan Keributan juga bisa terjadi karena campur tangan keluarga dalam rumah tangga baru, si isteri menjadi kurang berperan atau perannya kabur karena diambil alih atau diintervensi oleh mertua dan para ipar. Hal tersebut dapat dijadikan alasan bagi isteri untuk meminta cerai.(Nope et al., 2020) Masalah ekonomi berpengaruh dalam keluarga banyak terjadi perceraian karena diakibatkan dari kelemahan seorang laki-laki yang tidak bisa menghidupi keluarganya.

Selanjutnya masalah etis suami berganti-ganti pasangan  dengan wanita lain dan tidak bisa menyekolakan anak-anaknya.dan juga seorang wanita yang tidak bisa menggatur ekonomi dalam keluarga  dengan baik sehingga sering muncul pemikiran untuk bercerai.   Masalah komunikasi antara suami dan isteri juga menimbulkan masalah yang merujuk pada perceraian. Sesuatu hal yang sampai saat ini diyakini sebagai penyebab utama konflik atau masalah adalah komunikasi yang buruk. Hal ini tampak berupa verbalisasi yang tidak jelas, cara bicara yang menyakitkan, penggunaan kata-kata yang kurang baik, ekspresi wajah yang tidak menyenangkan, nada suara yang merendahkan atau melecehkan pihak lain, dan sebagainya.(Bachtiar, 2004) Kehilangan konsekuensi menikah berakibat “pengkhianatan” dalam rumah tangga. Sedangan Intimidasi dan tindak kekerasan dapat mematikan keharmonisan dalam rumah tangga. Perceraian akan sangat menyakitkan yang menimbulkan luka batin yang sulit untuk dimaafkan  dan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk melupakannya dan bagi orang yang melakukan perceraian itupun akan mengalami rasa bersalah dan tertuduh sehingga tidak akan  tenang dalam hidupnya.

Sikap Ambigu Gereja

Disisi tertentu, perkawinan berpotensi mengalami kegagalan sehingga dapat terjadi perceraian. Dari waktu ke waktu gereja kristen masih menganggap perceraian sebagai suatu kegagalan memahami terkait pernikahan yang sacral. setiap gembala  sidang di gereja  lokal  hendaknya melaksanakan konseling    pranikah sebelum  anggota gerejanya melaksanakan pernikahan. Terapat data bahwa  54,5%   gembala-gembala  melaksanakan konseling pranikah, dan 63  ,6%  mengatakan  bahwa  tidak  ada kasus perceraian   di gereja   yang  mereka pimpin(Yuliono Evendi, 2021) Tetapi harus diakui bahwa asumsi yang bervariasi mendorong pasangann untuk melakuan perceraian sekalipun secara teologis dan dogmatis tidak diizinkan. Hadi berpendapat bahwa Jika kenyataan perceraian telah kita hadapi, maka gereja pun harus siap untuk menghadapi kawin kedua. Tetapi gereja harus bersikap ekstra hati-hati dalam menghadapi kasus-kasus semacam ini. Jangan main tolak atau asal diterima dan diberkati. Itulah sebabnya maka jika perceraian dan perkawinan kedua terjadi, pelayanan berkelanjutan dari gereja untuk membina iman dan kerohanian orang-orang dengan status baru tersebut harus terus diberikan(Hadi P. Sahardjo, 2011) Ricu berpendapat bahwa gereja  terpanggil  untuk membawa  suara  kebenaran.  Kebenaran  yang  didapat  dari  Firman  Tuhan/Injil/Alkitab.

Gereja tidak boleh kompromi dengan perceraian. Gereja harus mendewasakan warganya agar memiliki  pandangan  yang  benar  terhadap  sebuah  ikatan  pernikahan/perkawinan.  Sebab perkawinan/pernikahan  bukan  hanya  sekedar  ikatan  antara  pria  dan  wanita,  tetapi  juga melambangkan  hubungan  Kristus  dan  jemaatNya. Gereja  harus  memiliki  pola  pembinaan pranikah  dan  juga  penanganan-penanganan  terhadap  masalah-masalah  yang  timbul  dalam pernikahan/perkawinan.(Ricu Sele, 2021) Di zaman modern ini kita semakin sering mendengar perceraian dalam rumah tangga yang diakibatkan salah satunya adalah ketidakcocokan suami istri,dimana tragisnya,yang menderita justru anak anak hasil pernikahan tersebut. Pernikahan itu merupakan institusi yang suci. pernikahan harus berlangsung terus selama suami dan istri masih hidup. Perkawinan kristiani bukan hanya merupakan tanda hubungan antara Kristus dan Gereja- Nya, melainkan kehidupan bersama dalam perkawinan ikut ambil bagian dalam misteri agung dari kasih Kristus yang tak terputuskan dengan Gereja-Nya. Relasi cinta kasih antara Kristus dengan Gereja-Nya kini hadir dan terpantul dalam cinta kasih suami-isteri dalam perkawinan. Pernikahan itu adalah Anugerah Allah yang tidak ternilai harganya. Tuhanlahyang menetapkan lembaga keluarga. Oleh sebab itu, peraturan yang ditetapkan oleh Tuhan merupakan persekutuan hidup yang tidak bisa dibatalkan oleh manusia dan dilakukan bukan sebagai proses uji coba.

Relasi Pernikahan Harus Dikuatkan

Perkawinan adalah persekutuan hidup badani dan Rohani Antara seorang laki-laki dan perempuan,sebagai suami istri yang diikat oleh kasih Allah yang telah menjadikan manusia itu laki-laki dan perempuan serta menjodohkan dan memberkati mereka untuk membentuk keluarga yang bertanggung Jawab kepada Tuhan, sehingga mereka bukan lagi dua orang tetapi menjadi sedaging adanya. Berdasarkan hal ini, maka apa yang telah dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia. Hanya kematian yang dapat menceraikan kedua suami istri. Pernikahan dapat dikatakan sebagai ikatan suami istri untuk membentuk keluarga yang sejahtera, harmonis, mulia dan sebagainya, namun dalam kenyataannya tidak semua pasangan dapat merasakan harapan ini. Di tengah-tengah peningkatan angka perceraian suami dan istri di Indonesia.  Anak menjadi potensi terbesar untuk mendapatkan dampak negative dalam kasus perceraian, jika tidak ditangani sesuai konteks(Valentino Reykliv Mokalu, 2021)

Pernikahan di satukan dalam ikatan pernikahan Kudus buka hanya bermain-main. Kita disatukan dalam pernikahan Kudus bukan hanya bersumpah di depan pendeta atau sanak saudara untuk hidup saling mengasihi pasangan kita, namun kita bersumpah dan mengucapkan janji Kepada Tuhan Yesus. Perceraian tentu bukan rencana akhir dari suatu pernikahan. Setiap pasangan yang menikah menginginkan pernikahan yang bisa berlangsung langgeng tanpa memikirkan adanya kegagalan dalam pernikahan yang beruujung pada perceraian(Maria Hutauruk, 2020) Perceraian  dapat  terjadi  apabila  keluarga  Kristen  tidak memahami  dan menghidupi spritualitas dalam pernikahannya (Alon Mandimpu Nainggolan;Tirai Niscaya Harefa, 2020) Karena dalam firman kita diajarkan untuk hidup bersama dan beranak cucu dan tidak boleh diceraikan oleh manusia melainkan dipisahkan oleh maut. Tuhan selalu mengajarkan kita untuk saling mengasihi sesama manusia,tetapi ketika dalam konteks perceraian dalam hubungan suami istri bagi saya sah-sah saja  kalau memang dalam hubungan suami istri itu ada masalah yang besar dan menyangkut tentang keyakinan kita kepada Tuhan,

KESIMPULAN

Pernikahan itu merupakan penyerahan diri, tubuh dan jiwa kepada Tuhan dan kepada pasangannya. Pernikahan mempunyai dasar yang teguh yang didasarkan dari ungkapan Yesus Kristus “Apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia”  Pernikahan Kristen diikat atas suatu perjanjian yang murni dihadapan Allah, bukan di ikat oleh perasaan manusia. Dalam konteks telogi kristen perceraian tidak diizinkan. Namun jika perceraian dilakukan maka hal itu bukan didasarkan pada landasan teologi kristen melainkan faktor humanity, HAM. Dengan demikian bahwa perceraian tidak dilegalkan dalam pernikahan kristen. Orang kristen tidak boleh melakuan perceraian dan harus mempertahanan status perkawinan sampai maksimal. Kondisi terjelek dalam perkawinan harus ditanggung sebagai konsekwensi monogami. Orang Kristen tidak boleh berinisiatif untuk menceraikan pasanganya.

Penulis : Dr. Fotinus Gulo, M.Th (Dosen STT Bethesda Bekasi)