KETIKA TUHAN SEAKAN TERTIDUR, Kontemplasi di tengah terpaan Badai Covid

Foto: Ilustrasi KETIKA TUHAN SEAKAN TERTIDUR (Kontemplasi di tengah terpaan Badai Covid) Oleh: Dr. S. Tandiassa

WARTANASRANI.COM - Anda tentu membayangkan kalau berjalan bersama Yesus, semuanya pasti akan terasa indah, nyaman, aman, dan bahagia. Anda juga pasti meyakini bahwa hidup bersama Yesus semua proses kehidupan akan berjalan  mulus, tak ada masalah yang perlu dikuatirkan, dan sudah barang tentu hidup akan diberkati. 
 
Murid-murid Yesus juga membayangkan seperti itu. Mereka berpikir perjalanan bersama Yesus melintasi laut Galilea akan diwarnai dengan sukacita, kegembiraan dan kebahagiaan yang luar biasa. Mereka yakin akan tiba di  seberang danau lebih cepat datipada biasanya. Dan yang pasti, mereka sangat meyakini perjalanan melintasi laut Galilea kali ini akan menjadi sebuah perjalanan yang sangat menyenangkan, sebuah perjalanan yang akan memberi  pengalaman spiritual yang terindah, tidak hanya karena Yesus ada bersama mereka di dalam berahu, tetapi karena Yesuslah yang mengajak mereka untuk naik perahu dan berlayar ke seberang (Mark. 4:35-41). 
 
ANTARA BAYANGAN DAN KENYATAAN
Tetapi apa yang diyakini murid-murid berbeda dari kenyataan yang mereka hadapi. Sinar mentari yang cerah tidak kunjung muncul. Suasana perjalanan  indah nan bahagia yang mereka bayangkan mungkin hanyalah hasil kreatitifas imaginasi manusiawi belaka. Bayangan Laut Galilea yang teduh nan damai ternyata bergelora karena badai mengamuk. 
 
Ternyata perjalanan bersama Yesus hari itu justru penuh dengan kecemasan, ketegangan, dicekam ketakutan, bahkan diwarnai teriakan-teriakan keputusasaan dari rasul-rasul. Secara tidak terduga keadaan di laut Galilea berubah menjadi mendung dan gelap, disusul dengan bunyi deru badai yang dahsyat, membuat laut Galilea bergelorah seakan sedang mengamuk, menghantam perahu Yesus, dan membuat perahu itu nyaris karam. Tetapi anehnya, disebutkan bahwa ketika situasi gawat dan genting itu sedang berlangasung, YESUS justru TERTIDUR  di buritan, sehingga para rasul-Nya harus membangunkan Dia sambil berteriak-teriak: "Guru, Yesus, Engkau tidak peduli kalau kita binasa". 
 
Perhatikan cerita Markus berikut ini: "Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali". (Mark. 4:37-39) 
 
Timbul pertanyaan-pertanyaan:  mengapa perjalanan bersama Yesus justru dihadang oleh badai dan ombak yang sangat dahsyat sehingga nyaris menenggelamkan kapal mereka? Mengapa pula murid-murid merasa sangat ketakutan sementara mereka tahu persis bahwa Yesus ada bersama-sama dengan mereka? Dan mengapa pula Yesus TERTIDUR sementara situasi alam sedang mengancam nyawa orang-orang pilihan-Nya? Apakah Yesus tidak  menyadari dan merasakan situasi alam yang mencekam serta ketakutan murid-murid-Nya? 
 
Yesus sesungguhnya mengetahui, melihat, dan juga merasakan situasi ganasnya laut Galilea ketika itu. Hanya saja 'Yesus bersikap seakan tertidur. Sikap Yesus yang 'seakan' tertidur' itu membuat murid-murid terbangun dari buaian kesibukan masing-masing, dan tersadar dari kelalaian mereka akan kehadiran Yesus. 
 
MUNGKIN TUHAN SENGAJA SEAKAN SEDANG TERTIDUR... 
Bila dibandingkan dengan situasi badai dan ombak dahsyat yang nyaris mengaramkan kapal para rasul bersama Yesus di laut Galilea, situasi dunia kita yang sedang diterpa badai dan gelombang dahsyat pandemi covid saat ini, jauh lebih buruk dan menakutkan, bahkan jauh lebih mengerikan. Sudah lebih dari setahun bangsa kita dan seluruh penduduk dunia diterpa badai dan gelombang maut yang bernama Covid-19. Sementara badai dan gelombamg Covid-19 belum reda, muncul lagi secara beruntun badai dan gelombang virus maut yang jauh lebih berbahaya dan mematikan, namanya Virus Delta, Alfa, Betha, dan Gamma. 
 
Jutaan sudah, nyawa manusia yang telah ditelan badai dan gelombang Pandemi Covid. Tidak terhitung sudah, harta benda yang ludes akibat bencana ini, sementara perusahaan-perusahaan raksasa satu persatu mulai karam, dan belum ada tanda-tanda badai ini akan berhenti. Malahan sebaliknya, tampak dengan jelas badai Virus Covid semakin dahsyat. Saat renungan ini ditulis, data korban badai Virus Covid menunjukkan angka yang sangat mengejutkan sekaligus menakutkan. 
 
Kompas.com 19 Juli, 2021, memberi data yang sangat mengejutkan mengenai jumlah kematian setiap hari akibat Virus Covid, dan Indenesia berada pada posisi tertinggi: Berikut 5 negara dengan angka kematian harian tertinggi: 1)Indonesia: 1093 orang, 2)Brazil: 939 orang,  3)Rusia: 764 orang, 4)India: 501 orang,  5)Kolombia: 476 orang.  Perhatikan! Di Indonesia, setiap hari ada 1093 nyawa ditelan badai dan gelombang pandemi Covid. Jika ditotal, satu bulan berapa? Dan satu tahun berapa? Ini jumlah kematian yang sungguh-sungguh mengerikan. 
 
Melihat kenyataan situasi dunia kita saat ini yaitu badai Virus Corona yang  tanpa mengenal waktu terus-menerus merenggut nyawa manusia tanpa pandang bulu, timbul pertanyaannya: "Mengapa Tuhan seakan TERTIDUR sementara umat-Nya menjerit, meratap, dan berteriak hampir putusasa dari tengah-tengah pusaran badai dan gelombang dahsyat virus-virus jahat ini? 
Mengapa Tuhan seakan BERDIAM diri sementara suara dan seruan doa-doa umat-Nya yang disertai dengan air mata siang malam naik ke hadapan-Nya? Raja Daud pernah mengeluhkan sikap Tuhan yang seakan tertidur, seakan berdiam diri, dan seakan tak peduli ketika Daud berada dalam situasi yang sulit. Daud bahkan mempertanyakan sikap Tuhan:  "Mengapa Engkau tidur, ya Tuhan? Bangunlah! Janganlah membuang kami terus-menerus"! (Maz. 44:24). Bukan hanya Daud yang mempertanyakan sikap Tuhan yang seakan TERTIDUR dan BERDIAM diri itu. Musuh-musuh Daudpun bertanya-tanya apakah Tuhan yang disembah Daud itu sungguh ada atau tidak. Pertanyaan musuh-musuh itu membuat hati Daud semakin hancur: "Air mataku menjadi makananku siang dan malam, karena sepanjang hari orang berkata kepadaku: “Di mana Allahmu?” (Maz. 42:4). 
 
Realita kehidupan yang sulit, tekanan hidup yang berat, dan keadaan terancam oleh musuh-musuh membuat Daud berpikir Tuhan mungkin tertidur. 
 
TIDAK MUNGKIN TUHAN TERTIDUR
Kita semua sangat yakin bahwa Yesus sesungguhnya tidak tertidur ketika itu dalam pengertian yang sesungguhnya, sehingga Ia tidak tahu dan tidak merasakan situasi yang cukup genting bagi murid-murid. Demikian pula  kita meyakini bahwa saat ini Tuhan tidak mungkin tertidur sehingga Ia tidak tahu dan tidak melihat apa yang sedang terjadi di bumi ini. Tuhan tidak mungkin tertidur sehingga Ia tidak memahami kekuatiran dan ketakutan yang sedang mencengkram umat-Nya saat ini. Ada juga pengakuan Pemazmur bahwa Tuhan sang Penjaga Israel itu sesungguhnya tidak pernah tertidur atau terlelap. "Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel. TUHANlah Penjagamu, TUHANlah naunganmu di sebelah tangan kananmu. Matahari tidak menyakiti engkau pada waktu siang, atau bulan pada waktu malam. Tuhan akan menjaga engkau terhadap segala kecelakaan; Ia akan menjaga nyawamu" (Maz. 121:4-7). 
 
Tuhan bukan tidak melihat, bukan tidak merasakan atau tidak tahu akan situasi dan kondisi dunia kita saat ini. Tuhan bukan tidak mendengar jerit dan ratap tangis umat-Nya yang kehilangan anak, suami, istri, orang tua, sanak saudara, dan orang-orang yang disayangi. Dan Tuhan bukan tidak turut merasakan kepedihan hati, dukacita, kekecewaan, dan bahkan keputusasaan yang menggoreskan luka-luka batin dalam diri umat manusia. Tetapi mengapa mengapa seakan ertidur? Mengapa Tuhan seakan berdiam diri? Mengapa Tuhan seakan tidak peduli? 
 
JIKA TUHAN SENGAJA SEAKAN SEDANG TERTIDUR..
- Ketika itu raja Daud pernah mengalami situasi yang membahayakan nyawanya, terdesak, dan tak berdaya menghadapi tekanan-tekanan musuh. Di tengah-tengah situasi yang sulit itu Daud berseru-seru memohon pertolongan Tuhan, tetapi Tuhan tidak segera turun tangan. Daud berpikir bahwa Tuhan sedang tertidur. "Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami dianggap sebagai domba-domba sembelihan. Terjagalah! Mengapa Engkau tidur, ya Tuhan? Bangunlah! Janganlah membuang kami terus-menerus"! (Maz. 44:23-24). Daud tidak hanya berpikir bahwa Tuhan sedang tertidur, tetapi ia bahkan menganggap Tuhan seakan sedang bermasa bodoh ketika bangsa Israel - umat Allah sendiri, sedang terancam dipunahkan dari muka bumi oleh musuh-musuh mereka. Daud mengungkapkan keluhan terhadap sikap Tuhan yang seakan bermasa bodoh: "Ya Allah, janganlah Engkau bungkam,  janganlah berdiam diri dan janganlah berpangku tangan, ya Allah! Sebab sesungguhnya musuh-musuh-Mu ribut, orang-orang yang membenci Engkau meninggikan kepala. Mereka mengadakan permufakatan licik melawan umat-Mu, dan mereka berunding untuk melawan orang-orang yang Kaulindungi. Kata mereka: “Marilah kita lenyapkan mereka sebagai bangsa, sehingga nama Israel tidak diingat lagi!” (Maz. 82:2-5). 
 
Jika Yesus sengaja seakan tertidur sementara badai dan gelombang mengamuk nyaris membinasakan perahu mereka di laut Galilea, dan jika saat ini Tuhan sengaja bersikap seakan tertidur sehingga Corona mengamuk lebih ganas daripada badai dan gelombang di laut Galilea, bahkqn telah menelan korban jitaan nyawa manusia, apakah ada makna, hikmah, atau pesan yang kita bisa tangkap dari sikap Tuhan itu? Kita bisa memgandai-andai bahwa jika Tuhan sengaja bersikap seakan Ia  tertidur sementara umat-Nya sedang bergumul hampir tak berdaya menghadapi maut, paling tidak ada dua pesan yang Tuhan ingin sampaikan kepqda kita: 
 
Pertama: JIKA TUHAN SENGAJA BERSIKAP SEAKAN TERTIDUR, KITALAH TERBANGUN. 
Sikap Yesus yang seakan tertidur nyenyak sementara badai dan ombak mengamuk itu, justru membangunkan murid-murid. Mereka bangun dari keadaan dininabobokan oleh rasa nyaman, rasa aman, dan mapan. 
 
Memasuki era milenial, era yang di dalamnya hampir seluruh bangsa di dunia menikmati hasil-hasil kamajuan sains dan teknologi, masyarakat dunia, termasuk di dalamnya gereja, mulai dininabobokkan oleh keadaan nyaman, aman, dan mapan. Teknologi digital misalnya yang demikian maju dan canggih, telah memanjakan hidup masyarakat. Dengan teknologi digital semua proses kehidupan manusia menjadi lebih mudah, lebih cepat, dan lebih efisien, termasuk dalam hal mencari uang menjadi lebih mudah dan cepat. Dalam kondisi ini masyarakat - tidak terkecuali kaum religius, mulai menikmati rasa nyaman, rasa aman, dan mapan. Lalu tanpa disadari, kaum religius dan rohaniawan pun telah tenggelam ke dalam budaya hedonisme. Saat ini hampir semua aktifitas manusia dimotivasi oleh materi, karena dengan materi, seseorang bisa bebas mengejar kenikmatan, kesenangan, dan kepuasan diri. Dan pada saat yang sama, nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai solidaritas, dan nipai-nilai spiritualitas merosot tajam tanpa disadari. 
 
Tepat pada saat-saat masyarakat dunia, termasuk kita, sedang dininabobokkan dan terbuai dalam rasa nyaman, aman, dan mapan, badai Covid mengamuk dari WUHAN Tiongkok, menyerbu dengan bebas seluruh negara dan bangsa sampai ke ujung bumi tanpa pandang buluh, dan tak ada satupun bangsa di dunia yang mampu menghambat atau meloloskan diri dari terkaman Corona. 
 
Jika Tuhan bersikap seakan tertidur saat ini sehingga badai dan gelombang Corona masih terus mengamuk, kitalah yang harus bangun dari buaian  kemapanam hidup. Kitalah yang harus bangun dari keadaan dininabobokkan oleh rasa nyaman dan aman. Kitalah yang harus bangun dari pangkuan hedonisme dan materialisme. Jika Tuhan bersikap 'seakan tertidur' kitalah yang harus bangun untuk menyapa Dia.  Jika Tuhan bersikap 'seakan diam' maka kitalah yang harus bangun untuk berseru kepada-Nya. Jika Tuhan bersikap 'seakan tertidur, seakan berdiam diri, sementara dunia kita diobrak-abrik oleh Covid, kitalah yang harus bangun dari buaian hedonisme dan materialisme. 
 
Kiranya teks ini relevan dengan situasi dan kondisi moralitas manusia masa kini: "Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua, demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia". (Mat. 24:38-39) 
 
Kedua:  JIKA TUHAN SENGAJA BERSIKAP SEAKAN TERTIDUR, KITALAH YANG HARUS TERSADAR
Ketika seseorang sudah behasil, level hidup sosial ekonominya telah naik, sudah masuk kategori atau kelas orang berada dan sudah merasa nyaman dan mapan selalu diikuti dengan perubahan karakter, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan perubahan hubungan dengan sesama. Khususnya hubungan sosial dengan sesamanya, biasanya berubah secara drastis. Yang tadinya biasa bergaul dengan siapa saja,  sekarang ia bergaul hanya dengan orang-orang yang dianggap selevel dengan dirinya. Tadinya rumahnya selalu terbuka pada semua tetangga, sekarang pintu pagarnya selalu terkunci rapat dan hanya terbuka bagi orang-orang yang sekelas dengan dirinya. Pada saat yang sama sensitifitas sosialnya makin hari makin pudar dan memuncak pada sikap ketidakpedulian terhadap lingkungan dan sesama. Materi telah mengubah watak manusia manjadi egois dan angkuh serta tidak peduli pada sesama. Ini adalah dosa dan kejahatan yang kebanyakan tidak disadari. 
 
Jika Allah seakan tertidur sementara alam kita dihacengkram oleh maut Covid,  kitalah yang harus "TERSADAR" akan dosa-dosa dan kejahatan sosial yang semakin hari semakin menguasai dunia kita. 
 
-Kejahatan dan dosa kemanusiaan yang sering dilakukan tanpa disadari adalah 'meraup keuntungan' di tengah penderitaan manusia. Setiap kali terjadi kesulitan atau kelangkaan kebutuhan-kebutuhan urgen di masyarakat, selalu ada kelompok-kelompok orang yang berusaha meraup keuntungan. Di masa pandemi Covid ini beberapa kali terjadi kelangkaan kebutuhan yang paling urgen yaitu obat dan oksigen. Kelangkaan itu mengakibatkan kematian ratusan penderita Covid. Di RS Dr. Sarjito Yogyakarta terjadi kematian 63 orang pasien Covid dalam sehari karena tidak mendapatkan oksigen. 
 
Dan kejamnya adalah, bahwa yang menimbun obat dan oksigen itu justru orang-orang kaya. Dalam berita online Megapolitan, disebutkan: direktur dan komisaris PT ASA melakukan penimbunan obat atas motif ekonomi.    Bayangkanlah, berapa ratus atau berapa ribu nyawa manusia yang melayang akibat kekurangan oksigen dan obat? Di satu RS. Dr. Sarjito Jogja saja sudah ada 63 nyawa manusia melayang dalam sehari karena tidak mendapat oksigen. Bayangkan jika di rumah sakit-rumah sakit lainnya mangalami nasib yang sama, berapa ribu nyawa manusia yang melayang dalam sehari akibat keserakahan oknum-oknum yang mengejar keuntungan. Bayangkanlah di rumah sakit-rumah sakit di seluruh Indonesia, sedang tergeletak ribuan manusia yang sedang berjuang untuk bertahan hidup, tetapi akhirnya harus merengang nyawa karena kekurangan oksigen dan obat-obatan, sementara di tempat lain ada kelompok-kelompok manusia yang sedang duduk-duduk di ruang VIP menghisap rokok dalam-dalam sambil menghitung keuntungan dari oksigen dan obat-obatan yang tertimbun di gudang-gudang mereka. 
 
Jika saat ini Allah seakan tertidur, sementara hidup mamusia dicekam oleh rasa takut karena ancaman virus Covid, kitalah yang harus TERSADAR akan dosa keserakahan yang telah mengorbankan nyawa orang-orang tak bersalah. 
 
Yang lebih buruk lagi adalah kejahatan terhadap sesama atas nama Allah atau agama. Di Indonesia, sudah dianggap hal biasa kalau ada kelompok-kelompok orang tertentu yang mengatasnamakan Allah atau agamanya, dengan leluasa mengobrak abrik dan membubarkan umat yang sedang beribadah, bahkan dalam beberapa kejadian mereka tidak segan-segan menganiaya umat yang sedang beribadah, sementara di situ ada oknum-oknum penegak hukum hanya menonton. Di negara RI yang katanya religius ini, tindakan brutal dan sewenang-wenang merusak, membongkar, dan bahkan membakar rumah ibadah agama lain atas nama Allah atau agama oleh kelompok-kelompok tertentu, dianggap kejadian yang biasa. Aksi-aksi merazia dan mengobrak-abrik bahkan menjarah restoran-restoran atau warung-warung yang dicap haram, itu juga sudah biasa dilakukan tanpa merasa bersalah. 
 
Dalam skala yang lebih luas, di belahan-belahan lain bumi kita ini terus terjadi  penculikan, penganiayaan yang tak mamusiawi, pembantaian sebangsa,  sesuku, dan bahkan saudara sekandung Allah dan agama. Tengoklah ke Timur Tengah, belahan bumi yang katanya sangat religius, terpatnya di Surya dengam ISIS. Berapa juta kepala manusia tak berdosa yang dipenggal atas nama Allah? Lihatlah ke beberapa negara di Afrika, penculikan dan pemerkosaan massal anak-anak sekolah, penganiayaan, pembantai, dan pemusnahan etnis atas nama Allah/agama. Sementara itu di berbagai negara termasuk Indonesia, gerakan terorisme tidak pernah surut. Tanpa rasa kemanusiaan, para teroris mengindoktrinasi rakyat yang polos-polos untu melakukan bom bunuh diri untuk membom rumah-rumah ibadah, dan menteror masyarakat atas nama Allah atau agama. 
 
Jika saat ini Allah seakan tertidur sementara Virus Covid merenggut ribuan nyawa saudara dan sebangsa kita, Allah menunggu kita TERSADAR akan dosa dan kejahatan kita terhadap Nama-Nya yang kudus dan mulia, yang selama ini telah ternoda oleh ulah dan kebodohan kita manusia, yaitu melakukam tindakan sewenang-wewnang,  merusak, menindas, menganiaya, kekerasan, bahkan membunuh sesama atas Nama Allah. 
 
AKHIRNYA....
Tuhan bukan tidak melihat akan pergumulan hidup yang dihadapi bangsa dan dunia kita saat ini. Tuhan bukan tidak mengerti apa yang sedang menerpa seluruh kehidupan manusia dunia tanpa memandang bangsa dan agama. Tuhan bukan tidak mendengar seruan-seruan doa umat manusia dari semua agama yang disertai dengan linangan air mata.Tuhan bukan tidak merasakan beratnya beban-beban hidup dan kepedihan-kepedihan hati bangsa ini akibat pandemi Covid. Tetapi mengapa Allah bersikap 'seakan tertidur? Mengapa Tuhan seakan berdiam diri dan tidak peduli?  
 
Sekali lagi, jika Tuhan bersikap seakan tertidur atau seakan diam, itu sebuah pertanda Tuhan ingin kita bangun dari keadaan dininabobokan dalam rasa nyaman dan aman oleh kemapanan. Kitalah yang harus tersadar akan banyaknya dosa sosial dan kejahatan terhadap kemusiaan yang telah dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu terhadap sesamanya di negara ini dengan mengatasnamakan Allah, iman, HAM dan katanya demi hukum.... Amin.....
 
KETIKA TUHAN SEAKAN TERTIDUR
(Kontemplasi di tengah terpaan Badai Covid)
Oleh: Dr. S. Tandiassa