KETRITUNGGALAN ALLAH
Redaksi 26 Mei 2022Kata Tritunggal tidak terdapat dalam Alkitab. Dan kendati Tertullianus sudah menggunakan kata itu pada abad ke 2, barulah pada abad ke 5 kata ini mendapat tempat resmi dalam teologi Kristen. Dalam konsili di kota Nicea, Turki pada tahun 325, mengakui bahwa Allah adalah satu zat, hakikat (Latin: substantia) yaitu Allah; dan tiga oknum atau pribadi (Latin: persona) yaitu Bapa, Anak dan Roh. Istilah persona tidak mudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Istilah ini berarti topeng. Dalam bahasa Yunani juga dipakai istilah “prosopon” yang berarti “wajah”. Doktrin mengenai Allah Tritunggal inilah ajaran Kristen yang paling khas dan mencakup seutuhnya segenap unsur kebenaran mengenai adanya kegiatan Allah dalam hanya satu istilah umum yang luhur.
Teologi berusaha menerangkan keberadaan Allah dengan menyatakan bahwa Ia satu dalam diri-Nya yang hakiki, tapi Ia berada dalam tiga cara atau bentuk, masing-masing merupakan satu diri, namun dalam cara demikian hakikat-Nya yang sebenarnya utuh dalam masing-masing diri. Harus diakui bahwa uraian mengenai Tritunggal mula-mula dikemukakan oleh para ahli yang berbahasa Yunani, dan istilah-istilah yang mereka kemukakan sangat sulit diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa lain, termasuk bahasa Indonesia.
- Asal Usul Doktrin Tritunggal
Asal usul dari istilah Tritunggal dapatlah kita lihat dalam Alkitab, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, yakni sebagai berikut:
- Perjanjian Lama
Kendati ajaran ini tidak jelas nyata dalam Perjanjian Lama, Tritunggal itu sudah tersirat dalam penyataan diri Allah sejak masa paling dini. Tapi selaras dengan sifat historis penyataan Allah, maka ajaran ini mula-mula dikemukakan hanya dalam bentuk yang sangat bersifat bayangan saja. Ajaran ini tersirat bukan hanya dalam bagian-bagian tersendiri, tapi terajut di sepanjang bentangan kain penyataan Perjanjian Lama. Siratan yang paling tua ialah teracu dalam riwayat penciptaan, dimana Allah mencipta melalui firman dan Roh, seperti ditulis Musa, ”Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Berfirmanlah Allah: Jadilah terang. Lalu terang itu jadi” (Kej. 1:2-3). Di sini pertama kalinya diperkenalkan firman Allah sebagai pribadi yang memiliki kuasa mencipta, dan sekaligus diperkenalkan Roh Allah sebagai pembawa hidup dan ketertiban bagi seluruh ciptaan ini.
Jadi dari sejak masa paling dini sudah dinyatakan suatu pusat kegiatan dari tiga yang satu seutuhnya. Allah sebagai pencipta membuat alam semesta sebagai karya pikiran-Nya, mengungkapkan pikiran-Nya itu dalam wujud firman, dan membiarkan Roh-Nya bekerja sebagai asas yang menghidupkan. Justru alam semesta tidak terpisah atau lepas dari Allah, juga tidak bertentangan dengan Dia.
Secara tidak langsung telah dinyatakan bahwa penyataan Allah Tritunggal telah diberikan kepada manusia saat ia diciptakan, atas dasar bahwa manusia akan diberi persekutuan ilahi, tapi pemberian ini kemudian hilang karena manusia jatuh dalam dosa. Musa menulis, ”Berfirmanlah Allah: Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi” (Kej. 1:26).
Kegiatan Allah dalam penciptaan dan pemerintahan-Nya kemudian dihubungkan dengan firman yang dipersonifikasikan sebagai hikmat, seperti ditulis Salomo, ”TUHAN telah menciptakan aku sebagai permulaan pekerjaan-Nya, sebagai perbuatan-Nya yang pertama-tama dahulu kala” (Ams. 8:22). Ayub menulis, ”Allah mengetahui jalan ke sana Ia juga mengenal tempat kediamannya” (Ayb. 28:23). Juga dihubungkan dengan Roh sebagai pembagi segala berkat dan sumber kekuatan badani, semangat, kebudayaan dan pemerintahan. Musa menulis, ”Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Yakub: Pulanglah ke negeri nenek moyangmu dan kepada kaummu, dan Aku akan menyertai engkau” (Kel. 31:3); ”Lalu turunlah TUHAN dalam awan dan berbicara kepada Musa, kemudian diambil-Nya sebagian dari Roh yang hinggap padanya, dan ditaruh-Nya atas ketujuh puluh tua-tua itu; ketika Roh itu hinggap pada mereka, kepenuhanlah mereka seperti nabi, tetapi sesudah itu tidak lagi” (Bil. 11:25).
Tiga yang satu seutuhnya sebagai sumber kegiatan yang dinyatakan dalam penciptaan alam semesta, nampak lebih jelas lagi dalam peristiwa penebusan. Penyataan penebusan ini dipercayakan kepada Malaikat (Ibrani: mal’akh) Yahweh yang kadang-kadang disebut Malaikat Perjanjian, sebagaimana ditulis Musa, ”Lalu Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya di dalam nyala api yang keluar dari semak duri. Lalu ia melihat, dan tampaklah semak duri itu menyala, tetapi tidak dimakan api” (Kel. 3:2).
Dan setiap ayat Perjanjian Lama yang mengandung ungkapan ini merujuk kepada diri Allah, sebab jelas bahwa rujukan itu mengartikan makhluk ilahi dengan kuasa ilahi yang ditugasi untuk melaksanakan tugas khusus, sebagaimana ditulis dalam 2 Samuel, ”Ketika malaikat mengacungkan tangannya ke Yerusalem untuk memusnahkannya, maka menyesallah TUHAN karena malapetaka itu, lalu Ia berfirman kepada malaikat yang mendatangkan kemusnahan kepada bangsa itu: Cukup! Turunkanlah sekarang tanganmu itu. Pada waktu itu malaikat TUHAN itu ada dekat tempat pengirikan Arauna, orang Yebus” (2 Sam. 24:16). Tapi dalam beberapa ayat, Malaikat Allah tidak hanya memakai nama Allah, tapi juga mempunyai martabat dan kekuasaan Allah, melaksanakan penyelamatan oleh Allah dan menerima penghormatan dan pemujaan yang sepatutnya. Musa menulis, ”Lalu Malaikat TUHAN menjumpainya, dekat suatu mata air di padang gurun, yakni dekat mata air di jalan ke Syur” (Kej. 16:7).
Roh Allah juga diberi tempat khas dalam sejarah penyataan dan penebusan. Ia memperlengkapi Mesias untuk pekerjan-Nya, sebagaimana ditulis Yesaya, ”Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah. Roh TUHAN akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN” (Yes. 11:1-2). Juga memperlengkapi umat-Nya untuk menanggapi Mesias dengan iman dan ketaatan, sebagaimana juga ditulis Yesaya, ”Sampai dicurahkan kepada kita Roh dari atas; Maka padang gurun akan menjadi kebun buah-buahan, dan kebun buah-buahan itu akan dianggap hutan” (Yes. 32:15). Jadi Allah yang menyatakan diri-Nya secara obyektif melalui Malaikat Utusan, juga menyatakan diri-Nya secara subyektif dalam dan melalui Roh Allah, Sang Pembagi segala berkat dan karunia-karunia dalam rangka penebusan.
- Masa antar perjanjian
Dalam masa ini membentang kepastian kendati secara samar-samar dan baru merupakan bayangan, yakni persiapan akan penyataan Allah Tritunggal seutuhnya yang akan dinyatakan dalam Perjanjian Baru. Menurut pemikiran Yahudi bahwa karena Allah transenden, jauh di luar alam semesta, menyebabkan manusia harus mencari seorang pengantara.
Philo (20sM-45M), seorang filsuf Yahudi yang terkungkung oleh pandangan yang mempertentangkan antara Allah dengan dunia ini secara mutlak dan metafisik, menggambarkan tentang adanya makhluk-makhluk yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia. Jadi ia berusaha menyesuaikan ajaran Perjanjian Lama dengan filsafat Plato (428-348 sM), yang mau membuktikan bahwa segala hikmat Yunani sudah terdapat dalam kitab Taurat dan Nabi-nabi. Sebab itu ia menafsirkan Alkitab secara alegoris, yaitu suatu cerita nyata yang ditafsirkan secara rohani. Menurutnya bahwa Logos itu hanyalah kuasa Allah; Firman itu bukan suatu pribadi, bukan Tuhan Yesus, melainkan hanya suatu kuasa dari Tuhan.
Diakui oleh banyak orang bahwa tugas sebagai pengantara itu adalah tugas Mesias yang sudah dinubuatkan, tapi ada kecenderungan yang menganggap bahwa Mesias itu juga transenden. Kendati demikian orang berharap bahwa bila Mesias hadir di bumi maka Roh Kudus juga akan hadir serta, karena menurut mereka bahwa Roh Kudus sudah mengundurkan diri dari gelanggang kenabian sesudah nabi Maleakhi. Jadi walaupun sudah disiratkan tentang adanya tiga oknum Allah, tapi hubungan mereka hampir tidak disinggung dan dibiarkan tersembunyi.
- Perjanjian Baru
Sebelum Yesus Kristus datang, Roh Kudus datang memasuki hati orang-orang yang takut akan Allah, dengan cara yang belum pernah dikenal sejak akhir pelayanan nabi Maleakhi. Yohanes Pembaptis secara khusus dan khas menyadari kehadiran dan panggilan Roh Kudus. Pemberitaannya menggambarkan ke-Tritunggalan Allah, yang tersirat dalam hal ia memanggil orang supaya bertobat dari dosa, percaya kepada Yesus Kristus, dan tentang baptisan oleh Roh Kudus. Dengan demikian bahwa baptisan air yang dilakukannya hanyalah sebagai lambang pertobatan.
Kepada Maria dinyatakan melalui malaikat Gabriel bahwa Roh Kudus akan mengambil bagian dalam inkarnasi Yesus, bersama pemberitahuan bahwa Anak yang akan dilahirkan itu akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi, pewaris takhta Daud. Lukas menulis, ”Jawab malaikat itu kepadanya: Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut Kristus, Anak Allah” (Luk. 1:35). Dengan demikian diungkapkan bahwa Allah Bapa dan Roh Kudus bekerja dalam penjelmaan Anak Allah. Dan pada baptisan-Nya di sungai Yordan, ketiga oknum ini dapat dibedakan yakni: Anak sedang dibaptis, Bapa sedang berbicara dari sorga dan Roh Kudus sedang turun dalam wujud nyata, yaitu seekor burung merpati. Matius menulis, ”Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan” (Mat. 3:16-17). Jadi dengan demikian Yesus Kristus menerima kekuasaan untuk membaptis dengan Roh Kudus. Nampaknya Yohanes Pembaptis sudah menyadari bahwa Roh Kudus bukan hanya bersama-sama dengan Yesus tapi juga akan datang dari Yesus. Maka oknum ketiga yakni Roh Allah, juga adalah Roh Yesus.
Dalam pelayanan Yesus Kristus di muka umum, maupun pada saat Ia mengajar para murid-Nya secara tersendiri, Ia selalu mengarahkan perhatian mereka kepada Allah Bapa sebagai yang mengutus Dia dan dari siapa Dia memperoleh kekuasaan-Nya. Yohanes menulis, ”Maka Yesus menjawab mereka kata-Nya: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak” (Yoh. 5:19). Dalam perdebatan-Nya dengan orang-orang Yahudi, Yesus menyatakan bahwa kedudukan-Nya sebagai Anak tidaklah melulu berasal dari Daud, dan keadaan-Nya memang demikian saat Daud mengungkapkan kata-kata itu, seperti ditulis Matius, ”Kata-Nya kepada mereka: Jika demikian, bagaimanakah Daud oleh pimpinan Roh dapat menyebut Dia tuannya, ketika ia berkata: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai musuh-musuh-Mu Kutaruh di bawah kaki-Mu” (Mat. 22:43-44). Jadi hal ini menyatakan keallahan Yesus dan bahwa Dia ada sebelum segala sesuatu ada.
Yesus Kristus memberi kesaksian tentang oknum dan tugas Roh Kudus yang mengacu pada pemberitahuan bahwa pelayanan-Nya sudah mendekati akhirnya, dengan berkata, ”Jikalau Penghibur yag akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku” (Yoh. 15:26). Ia menyebut Roh Kudus sebagai Roh yang datang dari Allah Bapa yang juga datang dari Dia sendiri. Inilah dasar ajaran bahwa Roh Kudus keluar dari dua oknum, yaitu dari Bapa dan Anak. Persekutuan Bapa dengan Roh Kudus tampil dalam karya penyelamatan yang dilaksanakan oleh Yesus. Allah Bapa mengutus Allah Anak, untuk melaksanakan pekerjaan penyelamatan, dan Allah Bapa bersama Allah Anak, mengutus Roh Kudus untuk menerapkan keselamatan yang dikerjakan oleh Kristus. Dengan demikian jelas mengapa Allah Perjanjian dinyatakan sebagai Tritunggal, karena keselamatan berasal pada tiap oknum dalam keallahan itu.
Ajaran Yesus tentang Tritunggal terungkap paling jelas dan ringkas dalam rumusan baptisan, yaitu membaptis ke dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, sebagaimana ditulis Matius, ”Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Mat. 28:19). Membaptis ”ke dalam nama” lebih merupakan bentuk ungkapan Ibrani daripada ungkapan Yunani, dan bermakna pemisahan dari Yudaisme, karena mencakup nama yang tunggal, tidak hanya nama Allah Bapa saja, tapi nama Anak dan nama Roh Kudus juga.
Pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta lebih menonjolkan lagi kedirian Roh Kudus, dan serentak dengan itu Roh Kudus memberikan terang baru perihal Anak Allah. Pengertian para rasul tentang Roh Kudus dan hubungannya dengan Allah Bapa dan Allah Anak disajikan jelas dalam Kisah Para Rasul.
Petrus dalam menerangkan peristiwa Pentakosta, menggambarkannya sebagai pekerjaan Allah Tritunggal. Lukas menulis, ”Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi. Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkan-Nya apa yang kamu lihat dan dengan di sini” (KPR. 2:32-33). Tepat jika dikatakan bahwa gereja zaman rasul dibangun beralaskan kepercayaan kepada Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Semua surat rasuli sepakat mengaitkan penebusan kepada Tritunggal, dan tiap oknum tampil sebagai tujuan penyembahan dan pemujaan.
Salam yang disaksikan oleh Paulus dalam 2 Korintus 13:13: ”Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian”, tidak hanya menyimpulkan seluruh ajaran para rasul, tapi juga menerangkan makna yang lebih dalam dan hakiki dari Allah Tritunggal dalam pengalaman hidup orang Kristen, yakni kasih karunia yang menyelamatkan dan Anak sebagai yang membuka pendekatan pada kasih sayang Allah Bapa dan persekutuan Roh Kudus.
- Perumusan Doktrin Tritunggal
Alkitab tidak memberikan rumusan yang lengkap tentang Allah Tritunggal tapi dalamnya disajikan semua unsur yang diperlukan teologi untuk menyusun ajaran itu. Ajaran Yesus mengandung kesaksian tentang kepribadian yang sebenarnya dari setiap oknum yang berbeda dalam keallahan dan mengurai hubungan antara ketiga oknum itu. Jadi para teolog diberi kepercayaan untuk merumuskan Tritunggal berdasarkan data-data acuan yang tersedia. Perlunya merumuskan doktrin Tritunggal adalah akibat timbulnya reaksi musuh-musuh orang Kristen. Yang paling utama dituntut dalam perumusan itu ialah kejelasan tentang keillahian Kristus, sebagai kepercayaan gereja.
Irenaeus (hidup antara abad ke 2 dan 3) lahir di Asia Kecil dari keluarga Kristen; Origenes (185-254) lahir di Alexandria dari keluarga Kristen; Tertullianus (155-220) seorang ahli hukum dari propinsi Afrika yang sekitar tahun 190 masuk Kristen, memulai upaya mereka untuk merumuskan doktrin Tritunggal, dan hasilnya diterima oleh gereja yang am. Di bawah pimpinan Athanasius (lahir abad ke 3 dan meninggal tahun 373), ajaran Tritunggal diumumkan di Konsili Nicea (325). Konsili ini mengakui bahwa Allah adalah satu zat, hakekat (Latin: substantia), yaitu Allah; dan tiga oknum atau pribadi (Latin: persona), yaitu Bapa, Anak dan Roh. Istilah ”persona” sulit untuk diterjemahkan. Istilah ini berarti topeng; dalam bahasa Yunani juga dipakai istilah ”prosopon” yang berarti wajah. Dengan demikian doktrin Tritunggal dirumuskan.
Konsili Nicea tidak mau merumuskan hakikat Allah menurut filsafat, tetapi ingin mengakui bahwa dalam Yesus Kristus dan dalam Roh Kudus, manusia sungguh-sungguh bertemu dengan Allah yang Esa. Rumusan doktrin Tritunggal nyata dalam ”Pengakuan Iman Nicea” yang berbunyi sebagai berikut:
“Aku percaya kepada satu Allah, Bapa Yang Mahakuasa, pencipta segala yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Dan kepada satu Tuhan, Yesus Kristus, Anak Allah, yang diperanakkan dari Bapa, yang dari hakekat Bapa. Allah dari allah, terang dari terang, Allah sejati dari Allah sejati, yang diperanakkan, bukan dijadikan, sehakekat (Yunani: homoousios) dengan Bapa, yang oleh-Nya segala sesuatu dijadikan, yaitu apa yang di sorga dan yang di bumi. Yang demi kita manusia dan demi keselamatan kita, turun dan menjadi daging, menjelma menjadi manusia, menderita sengsara dan bangkit pula pada hari yang ketiga, naik ke sorga dan akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Dan kepada Roh Kudus. Gereja am mengutuki mereka yang mengatakan bahwa: pernah ada waktu, dimana Ia belum ada; sebelum Ia diperanakkan, Ia belum ada; dan: Ia diperanakkan dari yang tidak ada; atau yang mengira bahwa Anak Allah adalah atau mempunyai hakekat lain (daripada Bapa), atau adalah diciptakan, atau dapat berubah atau menjadi lain”.
Konsili di Konstantinopel yang diadakan pada tahun 381, juga memutuskan tentang doktrin Tritunggal. Dalam konsili ini 3(tiga) ajaran sesat juga dikutuk, antara lain:
1) Arianisme, yang menyangkal dan menentang keallahan Yesus Kristus.
2) Macedonianisme, yang percaya bahwa Yesus Kristus adalah Allah, tetapi Roh Kudus dianggap makhluk.
3) Apollinarisme, yang menyangkal bahwa Yesus Kristus mempunyai jiwa manusia.
Hasil konsili Konstantinopel, dijabarkan dalam “Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel”, yang berbunyi sebagai berikut:
“Aku percaya kepada satu Allah, Bapa Yang Mahakuasa, pencipta langit dan bumi, segala yang kelihatan dan tidak kelihatan. Dan kepada satu Tuhan, Yesus Kristus, Anak Allah yang tunggal, yang lahir dari Sang Bapa sebelum ada segala zaman, terang dari terang, Allah yang sejati dari Allah yang sejati, diperanakkan, bukan dibuat, sehakekat (hommousios) dengan Sang Bapa, yang dengan perantaraan-Nya segala sesuatu dibuat; yang telah turun dari sorga untuk kita manusia, dan untuk keselamatan kita, dan menjadi daging oleh Roh Kudus dari anak dara Maria, dan menjadi manusia; yang disalibkan bagi kita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, menderita dan dikuburkan; yang bangkit pada hari ketiga, sesuai dengan isi Kitab-kitab, dan naik ke sorga; yang duduk di sebelah kanan Sang Bapa, dan akan datang kembali dengan kemuliaan untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati; yang kerajaan-Nya takkan berakhir. Aku percaya kepada Roh Kudus, yang jadi Tuhan dan yang menghidupkan, yang keluar dari Sang Bapa. Yang bersama-sama dengan Sang Bapa dan Sang Anak disembah dan dimuliakan, yang telah berfirman dengan perantaraan nabi. Aku percaya satu gereja yang kudus dan am dan rasuli. Aku mengaku satu baptisan untuk pengampunan dosa. Aku menantikan kebangkitan orang mati dan kehidupan di zaman yang akan datang”.
Satu abad kemudian dibawa pimpinan Agustinus (354-430) seorang teolog besar, ajaran Tritunggal mendapat perumusannya yang diabadikan dalam pengakuan yang disebut Pengakuan Iman Athanasius yang dijunjung tinggi oleh gereja-gereja yang mengakui Tritunggal sampai hari ini. Sesudah doktrin ini dijelaskan lebih lanjut oleh Yohanes Calvin, gereja-gereja reformasi juga menerimanya sebagai asas kepercayaan yang ortodoks (Yunani: ”orthos” artinya lurus, benar; ”doxa” artinya pendapat, pandangan). Pengakuan Iman Athanasius berbunyi sebagai berikut:
”Barangsiapa hendak menjadi selamat, pertama-tama ia harus memegang iman yang am; jikalau seseorang tidak memeliharanya dengan sebulat semurninya, niscaya ia akan binasa kekal. Adapun iman yang am ialah ini: bahwa kita menyembah satu Allah dalam ketigaan dan ketigaan dalam kesatuan; tanpa mengaduk oknum, tanpa menceraikan tabiat. Memang oknum Bapa adalah lain; oknum Anak adalah lain; oknum Roh Kudus adalah lain; akan tetapi Bapa, Anak dan Roh Kudus keallahan-Nya satu, kehormatan-Nya sama, kemuliaan-Nya seabadi. Sedemikian Bapa, demikian juga Anak, dan demikian juga Roh Kudus. Bapa adalah tak tercipta, Anak adalah tak tercipta dan Roh Kudus adalah tak tercipta. Bapa adalah tak terhingga, Anak adalah tak terhingga, dan Roh Kudus adalah tak terhingga. Bapa adalah abadi, Anak adalah abadi, dan Roh Kudus adalah abadi. Meskipun demikian tiada tiga yang abadi akan tetapi satu yang abadi. Seperti juga tiada tiga yang tak tercipta dan tak terhingga, tetapi satu yang tak tercipta dan satu yang tak terhingga. Demikian juga Bapa adalah mahakuasa, Anak adalah mahakuasa dan Roh Kudus adalah mahakuasa; Meskipun demikian tiada tiga mahakuasa tetapi satu mahakuasa. Demikian juga Bapa adalah Allah, Anak adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah; Meskipun demikian tiada tiga Allah tetapi satu Allah. Demikian juga Bapa adalah Tuhan, Anak adalah Tuhan, dan Roh Kudus adalah Tuhan; Meskipun demikian tiada tiga Tuhan, tetapi satu Tuhan. Seperti kita diperintahkan oleh kebenaran Kristen untuk menyebut tiap oknum tersendiri Allah atau Tuhan, demikian juga dilarang oleh iman yang am untuk mengatakan ada tiga Allah atau tiga Tuhan. Bapa tidak dibuat oleh siapa pun dan tidak diciptakan dan tidak diperanakkan. Anak adalah hanya dari Bapa, tidak dibuat dan tidak diciptakan, tetapi diperanakkan. Roh Kudus adalah dari Bapa dan Anak, tidak dibuat dan tidak diciptakan, tidak diperanakkan tetapi keluar dari mereka. Dengan demikian adalah satu Bapa, bukannya tiga Bapa, satu Anak bukannya tiga Anak, satu Roh Kudus bukannya tiga Roh Kudus. Dan di dalam Tritunggal tiada yang lebih dahulu atau lebih kemudian, tiada yang lebih tinggi atau lebih rendah, akan tetapi ketiga oknum semua seabadi dan semua setaraf. Sehingga dalam segala hal, seperti di atas telah dinyatakan, di dalam ketigaan kesatuan dan di dalam kesatuan ketigaan harus disembah. Oleh karena itu barangsiapa hendak menjadi selamat harus demikian keyakinannya mengenai Tritunggal. Akan tetapi untuk memperoleh keselamatan yang kekal perlu juga bahwa orang percaya dengan sungguh, bahwa Tuhan kita Yesus Kristus telah menjadi manusia. Sebab iman yang benar ialah percaya dan mengakui, bahwa Tuhan kita Yesus Kristus, Anak Allah, adalah baik Allah dan manusia. Ialah Allah dari hakikat Bapa, diperanakkan sebelum segala zaman, dan Ialah manusia dari hakikat ibunda-Nya, lahir di dalam zaman. Dialah Allah yang sempurna dan manusia yang sempurna, dengan jiwa akali dan daging insani, sama dengan Bapa dalam keallahan-Nya, lebih rendah daripada Bapa dalam kemanusiaan-Nya. Meskipun Ialah Allah dan manusia, Ia bukanlah dua melainkan satu Kristus. Akan tetapi Ialah satu bukan dengan mengubah keallahan-Nya menjadi daging, melainkan dengan mengenakan kemanusiaan-Nya dalam Allah. Dialah satu, sekali-kali bukanlah karena mengaduk hakekat-hakekat melainkan karena kesatuan oknum. Oleh karena seperti jiwa akali dan daging manusia satu, demikian juga Allah dan manusia adalah satu Kristus. Dia telah menderita untuk keselamatan kita, turun ke kerajaan maut, pada hari yang ketiga bangkit dari antara orang mati, naik ke sorga, duduk di sebelah kanan Bapa. Dari sana Ia akan datang untuk mengadili orang yang hidup dan yang mati. Pada kedatangan-Nya segala orang akan bangkit dengan badannya dan mereka akan mempertangungjawabkan perbuatan-perbuatan. Dan yang telah berbuat baik akan pergi ke hidup kekal, sebaliknya yang telah berbuat jahat akan pergi ke api yang kekal. Inilah iman yang am. Barang siapa tidak memeliharanya dengan setia dan kuat, ia tak menjadi selamat”.
Doktrin Tritunggal mengatakan bahwa Allah satu dalam harkat dan hakikat-Nya tapi dalam diri-Nya ada tiga oknum yang tidak membentuk perseorangan yang tersendiri dan berbeda. Ketiga oknum itu adalah tiga cara atau bentuk dalam mana Allah berada. Tapi oknum adalah ungkapan yang tidak sempurna untuk mengungkapkan kebenaran itu, karena ungkapan ini mengartikan kepada kita perseorangan yang tersendiri, yang berbudi dan bisa memilih. Padahal dalam harkat Allah bukan ada tiga perseorangan, tapi hanya tiga pembedaan diri dalam Allah yang satu seutuhnya.
Kepribadian manusia mencakup kebebasan berkehendak, bertindak dan merasa, yang mencirikan tingkah laku mereka. Semua hal itu tidak dapat dihubungkan dengan Allah Tritunggal: tiap oknum memiliki kesadaran sendiri dan penguasaan diri sendiri, tapi tidak pernah bertindak sendiri-sendiri apalagi bertentangan. Mengatakan bahwa Allah esa, maksudnya ialah kendati Allah pada diri-Nya adalah pusat kehidupan trimitra dan hidup-Nya tidaklah terbelah tiga atau trilateral atau tiga pihak yang berbeda. Ia satu dalam hakikat, kepribadian dan kehendak. Mengatakan bahwa Allah Tritunggal dalam keutuhan, maksudnya ialah keutuhan dalam keanekaan, dan keanekaan itu nampak dalam tiga oknum, dalam sifat dan dalam tindakan. Lagipula substansi dan tindakan-tindakan ketiga oknum itu dicirikan oleh urutan tertentu, berupa subordinasi dalam soal hubungan, tapi tidak dalam kodrat.
- Bapa sebagai sumber keallahan ialah asal mula dari segala sesuatu;
- Anak yang diperanakkan kekal oleh Bapa. Dia yang menyatakan Bapa;
- Roh Kudus; Roh Allah; Roh Anak yang kekal, yang keluar dari Bapa dan Anak, Dialah yang melaksanakannya.
Karena ketiga oknum itu ilahi dan kekal, maka subordinansi itu tidaklah mengartikan ada yang lebih utama daripada yang lain, tapi memaksudkan urutan giliran dalam tindakan dan penyataan. Jadi dapat dikatakan bahwa penciptaan adalah dari Allah Bapa, melalui Anak Allah, oleh Roh Kudus.
Doktrin Tritunggal disajikan oleh bapa-bapa gereja dengan menggunakan kategori-kategori filsafat Yunani yang sukar sekali diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Masalahnya ialah istilah apa yang dapat dipakai bagi Bapa, Anak dan Roh Kudus, yang tidak memberi kesan bahwa ada tiga Allah? Bahasa Yunani, ”hupostatis”; bahasa Latin, ”persona”, bahasa Inggris, ”person”; bahasa Indonesia, ”oknum”, masing-masing sudah diusulkan tapi semuanya tidak ada yang memuaskan.
C. Ilustrasi Tentang Doktrin Tritunggal
Tidak ada ilustrasi yang dapat menerangkan dengan tepat tentang doktrin ketritunggalan Allah. Ilustrasi yang diberikan kebanyakan hanya sejajar dengan gagasan ”tiga di dalam satu”. Namun demikian perlu bagi kita untuk melihat ilustrasi di bawah ini, sebagai berikut:
1). Air mungkin cocok sebagai ilustrasi ”tiga di dalam satu”, karena unsur kimianya tetap walaupun dalam keadaan padat, gas atau cair. Juga ada keadaan yang disebut titik tripel di mana es batu, uap, cairan air, dapat berada bersama-sama secara seimbang. Semuanya memang air, tetapi masing-masing berlainan.
2). Matahari sinarnya dan kekuatannya mungkin menolong menggambarkan Tritunggal. Sebetulnya kita tidak pernah melihat matahari seperti kita pun tidak pernah melihat Allah Bapa. Kita belajar banyak mengenai matahari dengan mempelajari sinarnya, seperti kita belajar mengenai Allah Bapa melalui Yesus Kristus yang adalah cahaya kemuliaan-Nya, sebagaimana ditulis dalam surat Ibrani, ”Ia adalah cahaya kemulian Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi” (Ibr. 1:3). Demikian juga kita melihat energi matahari di dalam pertumbuhan benih serta tanaman. Bila ditanya apa yang membuat semua itu tumbuh, kita pasti akan mengatakan bahwa mataharilah yang membuat semuanya itu. Jadi Roh Kudus adalah seperti energi matahari yang memberikan kehidupan kepada kita.
- Implikasi-Implikasi Dari Doktrin Tritunggal
Implikasi-implikasi doktrin Tritunggal sangat vital bagi teologi dan juga bagi pengalaman dan hidup umat Allah. Berkaitan dengan keallahan, doktrin ini menyatakan bahwa Allah benar-benar hidup. Dan bahwa Ia jauh sama sekali dari apapun yang disebut berhenti atau pasif. Allah Tritunggal adalah keutuhan dan kepenuhan hidup, berada dalam hubungan yang kekal, dan dalam persekutuan yang tidak pernah putus atau berhenti. Hal ini membuat penyataan dan pengungkapan diri-Nya dapat dimengerti.
Allah dalam arti mutlak, dapat mengungkapkan diri-Nya sendiri melalui tindakan penyataan diri sendiri antara ketiga oknum itu. Dia dapat juga dalam arti terbatas, mengungkapkan diri-Nya keluar melalui penyataan diri sendiri berkomunikasi dengan ciptaan-Nya.
Mengenai alam semesta doktrin Tritunggal mengupayakan kesatuan dan keanekaan, membuat alam semesta menjadi suatu kosmos dalam keteraturan. Karena semua hal tergantung pada kehendak baik Allah, maka tidak mungkin ada dualisme di pusat alam semesta. Tidak ada tempat bagi keanekaan yang tidak terhingga.
Kita dapat berkata bahwa keanekaan hidup dalam Allah dipantulkan dalam alam semesta berupa bentuk-bentuk hidup yang berbeda-beda secara luas. Hidup Allah bisa mendapati bermacam-macam manifestasi, dan hal ini memberi kejamakan unsur dan kejamakan sisi kepada alam semesta yang Dia rencanakan itu. Lagi pula persekutuan yang mengikat Allah Tritunggal, menjadi dasar bagi persekutuan kita; persekutuan dalam keluarga, persekutuan dalam masyarakat, dan secara istimewa persekutuan dalam gereja, karena di situ Roh Kudus menjadi petugas dan pengantara persekutuan itu.
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1996).
Barclay, William, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Injil Yohanes Pasal 1-7 (Jakarta: Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia, 2006).
Boehlke, Robert, R, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia, 2006).
Brill, J, Wesley, Tafsiran Surat Timotius & Titus (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1996).
Dyrness, William, Tema-Tema Dalam Teologi Perjanjian Lama (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1993).
Elleas, Indrawan, Isi Masa Kini Tentang Nama Allah (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2008).
Hadiwijono, Harun, Iman Kristen (Jakarta: Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia, 1999).
Jacobs, Tom, Paulus, Hidup, Karya dan Teologinya (Yogyakarta: Penerbit Yayasan Kanisius, 1983).
Jones, A, A, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini 1 & 2 (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1999).
Lane, Tony, Runtut Pijar (Jakarta: Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia, 1996).
Marjorie & Don Gray, Menyingkap Tabir (Bandung: Indonesia Publishing House Cimindi, 1991).
Ryrie, C, Charles, Teologi Dasar 1 & 2 (Yogyakarta: Yayasan Andi, 2004).
Soedarmo, R, Ikhtisar Dogmatika (Jakarta: Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia, 1996).
Tafsir Alkitab Masa Kini 1 (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2000).
Thiessen, C, Henry, Teologi Sistematika (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2003).