CIBUBUR, WARTANASRANI.COM – Tugas kita semua untuk memberitakan bahwa mereka adalah keluarga kita juga. Hal ini diungkapkan Dr. dr. Ampera Matippanna, S.Ked., MH., dalam acara Talkshow dan Diskusi Interaktif yang diselenggarakan Persatuan Wartawan Nasrani (Pewarna) Indonesia Jawa Barat bekerjasama dengan Yayasan Karmel Ministry Indonesia (YKMI) di Saung Soka, Taman Wiladatika Cibubur, sabtu (03/02/2018).
Suasana Talkshow dan Diskusi Interaktif
Talkshow yang mengangkat tema, “Memberdayakan yang Terabaikan” menghadirkan juga dua narasumber lain yaitu; Pdt. Osil Torongan, S.Th., M.Min (Ketua Umum Yayasan Karmel Ministry Indonesia) dan Ir. Soleman Matippanna, ST., MH(c) (Direktur PT. Rande Buana Teknik).
Sebagai pembicara kedua, Kepala BKOM Provinsi Sulawesi Selatan ini mengawali dengan memberi motivasi sesuai dengan prinsip hidupnya. Dikatakannya, untuk menjadi orang yang sukses dan berprestasi maka seseorang harus memiliki “Tertius, Altius dan Fortius”.
“Menjadi orang yang sukses dan berprestasi, pertama ia harus menjadi orang yang tertius atau tercepat artinya tampil lebih dahulu, yang pertama, tepat waktu. Kedua ia harus altius atau yang tertinggi, artinya apa yang dilakukan harus maksimal. Ketiga harus fortius atau terkuat, artinya harus sehat dan bugar,” pungkas dokter yang dipanggil ‘Panglima Kesorga’ oleh bawahannya, karena gaya kepemimpinannya yang cenderung ala militer dan ‘Kesorga’ karena bidang kerjanya kesehatan olah raga.
Berkaitan dengan tema Talkshow, Ampera Matippanna mengupas soal tugas dan tanggung jawab gereja terhadap umat yang terabaikan. Menurutnya, peran gereja terhadap umat yang terabaikan adalah bagaimana melatih dan memotivasi supaya bisa mandiri.
“Hal yang terpenting yang harus dilakukan oleh gereja adalah melatih dan beri motivasi, supaya mereka bisa mandiri. Yang terabaikan itu, bukan saja mereka yang ada di penjara, tetapi mereka yang secara fisik tidak sempurna, mereka juga adalah yang terabaikan,” ujarnya.
“Latih dan beri motivasi supaya mereka bisa mandiri,” ujarnya lagi
Ditegaskan Ampera Matippanna, bahwa keterlibatan gereja terhadap mereka yang terabaikan memiliki dasar firman Tuhan yang kuat. Sehingga akibatnya bila gereja tidak melakukannya berarti gereja adalah pendusta.
“Dasar pelayanan untuk memberdayakan mereka yang terabaikan, ada dalam hukum yang pertama dan terutama, yaitu dalam Matius 22:35-38. Jadi bila kita berkata mengasihi Tuhan tapi menelantarkan sesamanya, kita adalah pendusta sesuai firman Tuhan dalam 1 Yohanes 4:19-21,” tegasnya.
Bicara soal siapa yang terabaikan, dr. Ampera Matippanna menguraikan lebih spesifik. Orang yang bodoh, orang nakal, orang lemah, orang jelek, disabilitas fisik, retardasi mental, kemiskinan, broken home, patologi sosial (Napi, HIV-Aids), dan lain-lain, disebutnya sebagai bagian dari orang yang terabaikan yang membutuhkan peran gereja untuk memberdayakan mereka.
“Mereka adalah orang-orang yang perlu diberdayakan dan ini adalah tugas kita semua, bukan hanya tugas YKMI atau Pewarna. Ini adalah tugas gereja secara individu. Ini tugas kita semua!,” ujarnya.
“Banyak anak pejabat yg terlibat narkotika yg tidak pernah dikunjungi karena orang tuanya merasa malu. Anak-anak Tuhan harus merubah mindset bahwa mereka adalah anak- anak kita yang harus disentuh, diberdayakan,” ujarnya lagi.
Kehadiran gereja dalam tugas mulia ini, menurut dr. Ampera untuk mencegah atau meminimalisir akibat mereka yang terabaikan, seperti; kurang percaya diri, berpikiran negatif, tidak mampu bekerja sama, tdk mempercayai orang lain, merasa terasing, melihat orang lain sebagai musuh, iri melihat keberhasilan orang lain, selalu curiga, punya potensi besar membahayakan orang lain, akhirnya mereka menjadi mencuri, membunuh, memperkosa, narkotiks, dan lain lain.
“Melihat dari Perubahan perilaku sesuai teori Kurt Lewin Kurt Lewin (1970), yaitu suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan2 pendorong dan kekuatan penahan, disinilah peran seorang konselor untuk menguatkan. Seorang konselor harus memahami 3 faktor determinan dari perilaku seseorang yaitu; faktor pembawa, faktor pendukung dan faktor pendorong sehingga maksimal pelayanannya pada mereka yang dilayani,” jelasnya.
Lebih jauh, dr. Ampera menegaskan bahwa pemberdayaan orang yang terabaikan harus ada komitmen bersama dalam penanganan dan pemberdayaan bagi orang-orang yang terabaikan, melakukan pendidikan dan pelatihan keterampilan produktif, membangun dan mengembangkan kepedulian sosial melalui dukungan pendidikan, kesehatan dan kewirausahaan, pengembangan karakter kepribadian dan potensi individual dalam masyarakat.
Pada bagian akhir paparannya, dr. Ampera menjelaskan 5 tanggung jawab gereja terhadap mereka yg terabaikan, seperti; tanggung jawab liturgi (liturgia) membawa mereka dekat dengan Tuhan, tanggung jawab pewartaan (Kerygma) pentingnya pemberitaan supaya banyak anak Tuhan yang mengetahui, tanggung jawab persekutuan (koinonia), tanggung jawab pelayanan (diakonia) dan terakhir tanggung jawab kesaksian (marturia).
“Saya mengajak sebagai warga gereja untuk melibatkan diri secara aktif karena mereka adalah anak-anak Tuhan. Banyak napi yang setelah bebas, kembali dan kembali melakukan tindak pidana dan masuk penjara lagi. Menjawab hal ini, saya kembali mengajak kita semua untuk melihat betapa mahalnya, berharganya satu jiwa bagi Tuhan,” ungkapnya.
“Tugas kita semua untuk memberitakan bahwa mereka adalah keluarga kita juga. Kita butuh banyak tangan untuk hasil yang besar. Kita butuh tangan pejabat, kita butuh tangan pengusaha, kita butuh tangan pewarta dan tangan-tangan yang lain untuk hasil yang maksimal dalam memberdayakan mereka yang terabaikan,” ungkapnya lagi mengakhiri paparannya.